oleh

Kejayaaan Kepemimpinan Raja Raja Jawa

-Budaya-2.504 views

LOKABALI.COM-Ketua Umum terpilih Partai Golkar. Bahlil Lahadalia, di hadapan para elite dan kader partai mengingatkan agar partainya ke depan tak boleh main-main dengan Raja Jawa.

“Jadi kita harus lebih paten lagi. Soalnya Raja Jawa ini kalau kita main-main celaka kita. Saya mau kasih tahu aja jangan coba-coba main-main barang ini,” kata Bahlil saat penyampaian visi misi sebelum dirinya resmi ditetapkan sebagai ketua umum di Munas Golkar.

“Waduh, ini ngeri-ngeri sedap barang ini. Saya kasih tahu, sudah, waduh ini, dan sudah banyak, sudah lihat kan barang ini kan, ya tidak perlu saya ungkapkan lah,” Ujarnya

Lantas siapa yang di maksud oleh Bahlil sosok Raja Jawa tersebut ?
Raja Jawa dalam symbol ataukah pemimpin yang menerapkan pola kepemimpinan raja jawa.

Jauh sebelum republic ini berdiri, Nusantara sudah memiliki teori kepemimpinan raja raja jawa yang di tulis di berbagai manuskrip serat serat Jawa.

Keberhasilan raja raja jawa dalam memimpin Nusantara dapat kita lihat sejak dari era peradaban Mataram Kuna hingga kejayaan Mataram Islam di Nusantara.

Peninggalan sejarah peradaban Candi Borobudur, Candi Prambanan dan candi candi lain di Nusantara bukti nyata kejayaan kepemimpinan raja raja Jawa pada masa itu.

Dari era Medangkamulan, Singosari, Kediri, Majapahit, Demak, Pajang hingga Mataram,  Nusantara mencapai puncak kejayaanya.

Sehingga tidaklah aneh jika pola kepemimpinan raja raja Jawa kemudian banyak di tulis menjadi sebuah ajaran kepemimpinan untuk generasi berikutnya.

Teori kepemimpinan raja raja jawa tidak hanya tuntunan laku kautaman bagi seorang pemimpin, namun juga menuntut seorang pemimpin menunggaling kawula kelawan Gusti, menyatu dengan rakyatnya.

Teori kepemimpinan raja raja Jawa juga mengajarkan seorang pemimpin harus meniru sifat anasir semesta. Begitu juga laku kautamaan dengan cara mengajak seluruh rakyatnya untuk mencintai dan memelihara kehidupan alam semesta, memayuhayuning bawana.

Bukti pembangunan Candi Borobudur yang di bangun selama hampir satu abad dengan menghasilkan satu karya arsitektur megah tiada tanding, tidak hanya bukti bagaimana raja jawa memiliki konsistensi kebijakan sebuah pembangunan negara. Tak terkecuali dalam menjaga toleransi dan konsistensi kebijakan turun temurun sehingga mampu meraih puncak kejayaan peradaban pada masanya.

TERKAIT :

Pemimpin Harus Memiliki Watak Hastabrata

Kepemimpinan Raja Raja Nusantara

Di era kejayaan Kediri kita mengenal raja Jayabaya yang sangat di cintai oleh rakyatnya, bahkan sampai saat ini wayang purwa sebagai karya adilihung yang pernah di buat oleh Jayabaya, masih terus berkembang dan menjadi karya besar leluhur Nusantara sampai sekarang. Meski mengalami berbagai metamorphosis bentuk dan kreasi di setiap masa kepemimpinan raja raja jawa.

Di masa kejayaan Jayabaya, raja memenang Kediri tersebut tidak hanya membangun wayang purwa, namun juga menulis serat fenomenal berisi ramalan yang sampai saat ini masih di kenal dengan nama Jangka Jayabaya.

Di era Kerajaan Majapahit kita bisa melihat jejak kejayaan di berbagai belahan benua di dunia. Hal itu membuktikan jika Majapahait merupakan Kerajaan besar yang sangat di segani dan di hormati oleh bangsa bangsa lain di seluruh dunia. Mahapatih Gajah Mada melalui sumpah Palapa mampu menyatukan wilayah hampir separuh belahan benua masuk kedalam wilayah Nusantara.

Di masa Kesultanan Demak seiring dengan masuknya Islam di Nusantara, Demak mencapai puncak kejayaan dengan bukti berbagai peninggalan sejarah dan peradaban Islam yang masih dapat kita nikmati saat ini.

Di masa peralihan Demak ke Kesultanan Pajang, Kerajaan Pajang di kenal merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam berlimpah ruah. Dari hasil lahan pertanianya, Pajang menjadi negara pengekspor palawija terbesar di Nusantara.

Kejayaan Kesultanan Pajang di bawah kepemimpin Sultan Hadiwijaya tak lepas dari pola kepemimpinan raja raja Jawa yang sudah ada dan di terapkan sejak dulu kala.

Di masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrakusuma, ia dikenal sebagai pelopor perjuangan melawan kolonialisme. Selain sebagai seorang wali dan pemersatu bangsa lewat karya besarnya menyatukan dua buah kelender menjadi kalender jawa yang sampai saat ini masih di pakai oleh masyarakat Nusantara, buyut pendiri Mataram tersebut juga menulis teori kepemimpinan dalam serat Sastra Gending.

Ajaran serat sastra gending turun temurun di pakai pedoman oleh Raja Raja Mataram setelahnya.
Setelah Serat Sastra Gending, Pangeran Sambernyawa, Sinuhun PB IV, Mangkunegara IV dan raja raja Mataram lainya juga banyak menulis buku berisi tentang teori kepemimpinan.

Jauh sebelumnya juga ada Serat Hastabrata, ajaran kepemimpinan raja raja Jawa yang mengacu pada konsep ketokohan para dewa, namun mengalami perubahan pasca masuknya Islam di Nusantara dengan mengganti simbol delapan dewa menjadi unsur anasir alam semesta.

Teori kepemimpinan ajaran para leluhur tersebut sampai saat ini tentu masih sangat relevan sekali dengan culture masyarakat Nusantara yang menjunjung tinggi adi luhung budaya bangsa.

Ajaran kepemimpinan raja raja jawa tidak hanya mengajarkan seorang pemimpin harus bertindak selaras dengan nilai keillahian, namun juga tuntunan menuju kesempurnaan hidup di dunia dan akherat.

Norma budi pekerti, unggah ungguh, tepasalira, Ing ngarsa sung tuladha ing madya mangun karsa tutwuri handayani harus menjadi pedoman dasar bagi seorang pemimpin. Berani maju di depan untuk meraih kemenangan tanpa harus menjatuhkan lawan.

Budi pekerti, seorang pemimpin harus memiliki sifat menghargai, mampu mengendalikan emosional berperilaku sopan santun, unggah ungguh dengan senantiasa menjaga tata kesopanan dalam berbicara. Tidak asal dan ngawur hanya untuk tujuan menjatuhkan dan mencelakai lawan. Memiliki sifat sabar dan mengalah, mau berkorban untuk kepentingan yang jauh lebih besar.

Tak banyak pemimpin bangsa ini yang masih mengikuti ajaran kepemimpinan para leluhur. Mereka lebih banyak mengambil teori kepemimpinan dari luar, yang sebenarnya jauh dari watak adab serta budi pekerti bangsa Nusantara.

Sebagai bangsa besar dengan ragam adi luhung budaya bangsa, Indonesia memiliki semua hal yang bangsa lain tidak ada. Akan tetapi di era arus keterbukaan informasi seperti sekarang ini, tanpa di sadari bangsa Indonesia di jejali berbagai arus informasi yang sebenarnya merusak nilai nilai dasar perilaku kehidupan masyarakat Nusantara.

Sehingga menebar kebencian, menebar kebohongan, menjatuhkan tanpa adab menjadi hal yang biasa.
Mencaci maki kepada orang yang lebih tua dan pemimpin wajar di lakukan, padahal dalam sebuah norma agama dan budaya, perilaku tersebut tak ubahnya bagaikan perilaku hewan yang bergerak tanpa nurani dan adab.

Republik ini mengalami krisis budi pekerti, sehingga orang lebih mencintai budaya luar ketimbang budaya asli miliknya sendiri. Mereka semena mena mencacimaki di berbagai kehidupan sosial, politik dan budaya.
Jika perilaku masyarakat dalam sebuah bangsa telah jauh dari nilai cultur aslinya, di pastikan di situ telah terjadi krisis moral yang akan berimbas pada rusaknya tatanan sosial budaya.

Follow Lokabali.com di Google News



Komentar

Berita Lain