LOKABALI.COM – Di tengah maraknya krisis budaya Nusantara akibat terjangan arus global, Forum Budaya Mataram (FBM) melalu bidang Mitologi, Budaya dan Pariwisata terus bergerak menjalin silaturahmi dengan para pelestari budaya guna menyatukan misi dan visi pelestarian budaya.
Hal itu di lakukan FBM saat mengunjungi beberapa tempat bersejarah peninggalan Majapahit di lereng Lawu diantaranya, candi Sukuh, Telaga Mardida, Pura Pamacekan dan Petilasan Watu Bonang.
Selain menjalin silaturahmi, Forum Budaya Mataram juga menggali mitologi cerita turun temurun yang ada di tengah masyarakat sebagai bahan kajian dan penggalian sejarah di masa silam.
“Harapannya dengan melakukan penggalian sejarah, akan ada benang merah yang dapat menyambung untaian narasi yang tercerai berani,” kata Judiantoro mewakili bidang Mitologi, Budaya dan Pariwisata dari Forum Budaya Mataram.
Senada dengan Judiantoro, Sekjen Forum Budaya Mataram, Agung Hardiyanto yang turut dalam kunjungan tersebut menyampaikan, FBM sangat konsen dengan peninggalan sejarah yang selama ini dianggap tidak ada atau hanya cerita legenda saja.
Agung menyadari, cerita legenda sebenarnya memiliki maksud tertentu yang oleh para leluhur sengaja dibiaskan sebagai ajaran piwulang (pembelajaran) luhur yang harus dimaknai nilai hakikatnya
Dikisahkan, legenda Telaga Madirda berawal dari cerita pewayangan yang mengambil tokoh Sugriwa dan Subali. Mereka berebut Cupu Manik dan terjun ke dasar telaga sampai berubah wujud menjadi kera. Jika dilihat dari frame yang sempit, maka yang keluar hanya dongeng dari cerita pewayangan.
“Legenda Telaga Mardida sebenarnya memiliki makna piwulang hidup. Jika nafsu serakah diumbar, maka tak ubahnya manusia seperti binatang yang berebut tanpa memiliki hati nurani, akal dan pikiran. Sehingga wujudnya tak lagi sempurna sebagai manusia tetapi menjadi kera,” kata Agung.
Piwulang seperti itu sekarang jarang dipahami oleh generasi muda sekarang. Padahal para leluhur dulu, dalam memberikan ajaran luhur selalu dalam bentuk sangit cerita agar mudah dipahami dan lestari keberadaannya.
Yono, tokoh masyarakat Desa Pasekan yang bertugas menjaga Pura Pamacekan menyambut baik kunjungan budaya dari FBM.
Kunjungan tersebut tidak hanya menjalin silaturahmi dan manyatukan segala perbedaaan, namun juga menyamakan persepsi dalam melestarikan budaya.
“Sehingga kebesaran peradaban sejarah bangsa ini tidak akan hilang dan lekang oleh zaman, senantiasa lestari sepanjang masa,” pungkasnya. (JK)
Komentar