LOKABALI.COM – Sebanyak 35 karya telah siap dipamerkan dalam pameran tunggal Srihadi Soedarsono yang akan berlangsung di Galeri Nasional Jakarta pada 10 Maret 2020 mendatang.
“Saya inginnya tahun ini. Tetapi karena jadwal Galeri Nasional padat, saya dapat giliran tahun depan,” kata Srihadi Soedarsono yang merupakan mantan wartawan lukis kelahiran Surakarta, 4 Desember 1931, saat ditemui di Restoran Shrida Taste of Ubud, Gianyar, Minggu (30/6/2019).
Dalam pameran tersebut, pria yang kini berusia 88 tahun ini akan memamerkan sebanyak 40 sampai dengan 50 karyanya dengan ukuran terbesar mencapai 6 X 3 meter.
Menurut Srihadi, karya seni yang merupakan hasil dari estetika, harus dicampur dengan kebenaran versi sendiri. Karena harus ada hubungan transendental antara diri dengan kejiwaan, dalam menghasilkan sebuah karya.
Berdasarkan pandangannya tentang seni yang seperti itulah, maka Srihadi akan terus berkarya, meneruskan perjalanannnya sampai nanti.
“Sebagai pelukis tidak ada pensiunannya,” ujarnya.
Kurator yang juga isteri Srihadi Siti Farida Nawawi mengatakan, setiap karya yang dihasilkan dari sang suami, tidak bisa diukur dengan waktu. Siti Farida menuturkan, dalam berkarya selalu tergantung mood, feeling dan soul.
“Jadi yang sangat penting itu adalah jiwa itu keluar. Jadi sebagai seorang yang memiliki kultur tinggi, itu akan merasakan mendalamnya bahwa seluruh alam semesta itu keluar. Itu yang membuat sebuah lukisan itu bisa fenomenal,” tuturnya.
Sementara dari penuturan sang ananda Indra, mengatakan bahwa ayahandanya bukan seperti kebanyakan seniman lukis lainnya. Akan tetapi sangat disiplin terhadap waktu.
“Kalau bapak itu seperti orang kantoran. Masuk jam 09.00 WIB ke studio untuk melukis dan keluar sore hari. Bahkan beliau kadang-kadang lupa makan,” kata Indra
“Begitulah keseharian beliau yang berlangsung bertahun-tahun hingga saat ini. Jadi saya sedikit khawatir dengan kebiasaan itu. Katanya tidak tenang kalau tidak melukis,” tambahnya.
Karya-karya lukisan Srihadi Soedarsono merupakan saksi perjalanan sejarah yang digoreskan sejak jaman kemerdekaan hingga jaman modern.
Tema tentang perjuangan, kehidupan, alam, dan cinta terkumpul dalam karya-karya lukisannya, baik dalam sketsa maupun dalam karya lukisan dengan berbagai media.
Untuk diketahui, wartawan lukis adalah wartawan yang mengabadikan momen dengan lukisan. Di mana pada jaman dulu, kamera itu sangat sulit dan menjadi barang mahal.
Untuk mengganti dan merekam sebuah momen, maka ditugaskanlah wartawan lukis yang memotret sebuah peristiwa yang kemudian dituangkan ke dalam sebuah lukisan ataupun sketsa peristiwa.
Saat itu, Srihadi Soedarsono selalu meminta tanda tangan objek yang dilukis ke dalam karyanya yang kemudian ia setorkan kepada kantornya untuk dicetak dan disebarluaskan.
“Kalau diceritakan sejak kapan saya melukis, ya saya sendiri tidak tahu. Tapi saat jaman Jepang tahun 1941 saya diketahui oleh kakek saya suka corat-coret. Jadi beliau mendukung dan membelikan saya peralatan untuk menggambar,” kata Srihadi Soedarsono. (*)
Komentar