oleh

Grebeg Mulud Sekaten di Keraton Solo

-Tradisi-3.044 views

LOKABALI.COM – Puncak Perayaan tradisi Sekaten 12 Rabiullawal dalam penanggalan Hijriyah, ditutup dengan acara kirab gunungan atau yang biasa dikenal dengan nama Grebeg Mulud dari Keraton Kasunanan Surakarta ke masjid Agung.

Selain memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tradisi Sekaten juga sebagai sarana dakwah dan syiar.

Tradisi yang diawali dengan ditabuhnya gamelan pusaka Kiai Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari ini, sebagai pertanda awal dimulainya perayaan Sekaten yang berlangsung selama sepekan.

Gunungan Sekaten yang dikirab terdiri dari dua buah gunungan jaler (laki laki) dan wadon (perempuan) berikut anak gunungan, diarak dari dalam Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menuju Masjid Agung Surakarta untuk diserahkan kepada pengurus Masjid Agung. Kemudian Gunungan itu didoakan dan dibagikan kepada masyarakat.

“Pada perayaan Sekaten tahun ini, Keraton Solo mengeluarkan dua pasang gunungan,” Jelas mbah Mamik Lawu.

Mamik Lawu – foto: Lokabali.com

Gunungan kata mbah Mamik Lawu, selaku tokoh spiritual Jawa, sebagai ungkapan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatNya selama ini. Sepasang gunungan memiliki makna positif bagi harapan kemakmuran Keraton dan para kawulanya.

“Serta nilai-nilai luhur keselarasan yang terkandung di dalamnya,” ujarnya.

Gunungan jaler, selain memiliki makna kesuburan juga melambangkan sifat kebaikan.

Sedangkan gunungan wadon melambangkan sifat buruk. Buruk bukan berarti tempat segala kejelekan, akan tetapi keseimbangan yang ada di dalam diri umat manusia.

Kekuatan positif dan kekuatan negatif, apabila berdiri secara terpisah, akan menimbulkan sifat perusak sehingga sifat ini harus disatukan untuk menjaga keselarasannya.

Disamping itu, gunungan jaler juga menggambarkan dunia beserta seluruh isinya yang mencakup unsur bumi, langit, tumbuh-tumbuhan, api, hewan dan manusia.

Bendera merah putih yang diletakkan di puncak gunungan, melambangkan kesatuan bangsa dan negara yang senantiasa harus dijaga dan dipegang teguh kedaulatannya. Warna Merah adalah semangat dan kebenaran, sedangkan warna Putih adalah kesucian.

Kebenaran yang dilandasi kesucian akan melahirkan sebuah dharma atau kebaikan. Lahirnya dharma tak cukup dilakukan hanya dengan berlaku benar. Tapi harus disertai semangat juang dalam menjaga dharma beserta nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya.

Simbol Cakra yang ada di puncak gunungan diartikan perputaran takdir kodrati dari Tuhan Sang Maha Kuasa. Cakra juga yang merupakan senjata Prabu Kresna yang dimaknai sebagai kekuatan maha dahsyat dalam menegakan keutamaan.

Kampuh, kain Merah Putih penutup Jodang atau tempat makanan yang dipikul, memiliki makna kesusilaan, Kampuh sengaja dibuat sebagus mungkin yang menjadi simbol busana. Dihormatinya seseorang tak lepas dari bagaimana cara mereka berpakaian. (JK)

Follow Lokabali.com di Google News



Komentar

Berita Lain