LOKABALI.COM – Diskusi Forum Budaya Mataram di Kampus Alam Watu Pawon AUB pada malam Jumat Kliwon (31/10) menghasilkan banyak makna tentang spirit dari esensi kearifan lokal yang akan digali di Dusun Watu Pawon. Spirit tersebut tidak hanya dalam rangka menyamakan persepsi atas segala perbedaan yang ada, yang didalamnya justru melahirkan sebuah teori budaya baru, ‘Kearifan Lokal Era Milenial.’
Teori ini tidak akan mampu dibaca secara bathin jika alam tak menampakan diri dalam Sastrajendra, sastra cetha tan tinulis.
Hujan lebat selama dua jam di Gunung Lawu usai diskusi seakan menjadi pertanda, hadirnya para leluhur di Watu Pawon sekaligus restu alam akan di gelarnya tradisi merti patirtan di Watu Pawon, dalam rangka membangun keselarasan antara manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan Sang Maha Pencipta-Nya, sebagai wujud nyata memayuhayune bawana.
“Diangkatnya cerita tutur Watu Pawon agar masyarakat memahami esensi luhur kearifan lokal dalam mengelola lingkungan hidup,” Jelas Yudiantoro, bidang mitologi Forum Budaya Mataram dalam sarasehan di Kampus Alam AUB watu pawon
Dikatakan, pesatnya perkembangan jaman tidak hanya menggerus keaneka ragaman budaya, tetapi secara umum tata perilaku masyarakat juga mengalami perubahan akibat pesatnya perkembangan teknologi saat ini, sehingga melahirkan para milenial atau anak anak jaman now.
Tanpa kita sadari tehnologi sudah menjadi bagian dari lingkungan hidup yang terus berkembang dari jaman ke jaman. Tehnik pembangunan candi Mataram kuna sampai dengan tehnologi pembangunan gedung pencakar langit menjadi tanda, adanya perkembangan tehnologi dari masa ke masa yang turut berperan membawa perubahan jaman.
Sehingga tidaklah aneh jika diakui bahwa teknologi telah menjadi bagian dalam hidup yang perlu kita kelola dengan baik dan bijak, karena memiliki peran penting di dalam membawa perubahan jaman.
Begitupun perkembangan jaman saat ini, tak lepas dari majunya perkembangan tehnologi modernisasi yang merubah pola pikir masyarakat secara global baik tatanan sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Pemanfaatan teknologi secara bijak tidak hanya untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara, tetapi juga keberlangsungan kelestarian alam secara utuh. Terbukti banyak negara dan daerah mengalami pergolakan akibat ketidak mampuan masyarakat mengelola tehnologi dengan bijak.
Begitupun gaya hidup masyarakat saat ini, juga mengalami perubahan mendasar akibat pengaruh perkembangan tehknologi.
Meski beberapa diantaranya perkembangan tehnologi mampu di manfaatkan dan di kelola dengan baik oleh anak anak jaman now dalam mengelola keanekaragaman budaya kearifan lokal.
Dari cara pengelolaan tehnologi yang bijak tersebut, maka lahirlah budaya kearifan lokal anak anak jaman now yang di kelola dan di sampaikan ke tengah masyarakat dengan cara mereka sendiri.
Budaya kearifan lokal anak-anak jaman now atau kaum milenial tidak harus di wujudkan dalam pagelaran Merti Dusun, sedekah bumi, kirab budaya dan lainnya, tetapi lewat hasil karya teknologi digital anak anak jaman now mampu menyampaikan esensi budaya kearifan lokal.
Genre lagu Jogja Istimewa, Babar Urip Urup, pembuatan aplikasi gamelan dan literasi manuskrip lewat teknologi informatika adalah bukti pengelolaan kearifan lokal yang mampu di sampaikan oleh para milenial. Sebab pada dasarmya kearifan lokal adalah nilai nilai luhur yang ada di tengah masyarakat yang dikelola untuk antara lain demi keberlangsungan kelestarian lingkungan hidup.
Sedangan lingkungan hidup tidak hanya alam dan mahkluk hidup yang ada serta saling terkait antara satu dengan yang lainya yang terus hidup dan berkembang. Tetapi seni budaya, kultural, teknologi dan lainnya juga menjadi bagian dalam lingkungan hidup yang terus berkembang buah karya cipta, akal dan pikiran manusia.
Ide penyampaian esensi budaya kearifan lokal dari para milenial melalui tehnologi untuk saat ini memang belum dikatakan sebuah budaya kearifan lokal. Akan tetapi satu dekade yang akan datang, karya budaya teknologi yang mereka kembangkan akan menjadi bagian dari budaya kearifan lokal.
Ki Nartosabdo, dalang kondang asal Klaten, jaman dahulu kerap dianggap menyalahi pakem karena keluar dari koridor seni pedalangan yang di ajarkan dalam dunia pendidikan, akan tetapi setengah abad kemudian justru hasil karyanya dianggap paling kuat memiliki nilai nilai luhur kearifan lokal pada tuturnya.
Harus dipahami keluwesan budaya kearifan lokal khususnya budaya jawa yang mampu di tempatkan dan berada di manapun keberadaanya. Karena Jawa adalah sikap hidup, siapapun mampu menjadi Jawa jika memiliki sikap hidup Jawa.
Digalinya tutur dalam tradisi kearifan lokal Watu Pawon, tak lepas dari peran kampus alam AUB yang sengaja membangun ruang edukasi budaya secara terbuka bagi para mahasiswanya.
Agar mereka bisa belajar dan memahami esensi budaya kearifan lokal, sehingga para milenial mampu membangun budaya dengan cara mereka sendiri dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur dari budaya itu sendiri. (JK)
Komentar