LOKABALI.COM- Tradisi sembahyang King Hoo Ping atau sembahyang rebutan, Minggu siang 910/9) di gelar ratusan umat Konghucu yang tergabung dalam jemaat MAKIN ( Majelis Agama Khonghucu Indonesia ) di Kota Surakarta.

Upacara sembahyang doa yang di peruntukan bagi arwah para leluhur dan arwah yang tidak mendapat perhatian dari keluarganya, di gelar dihalaman Klenteng MAKIN, Solo, bertepatan pada tanggal 26 bulan 7 tahun 2574 dalam penanggalan Imlek.
baca juga : Melawan lupa maklumat Sinuhun Negeri Surakarta
Dikisahkan oleh pendeta Ws. Adjie Chandra, menurut legenda konon pada bulan 7 Imlek atau Jit Gwe pintu akherat dibuka untuk para arwah turun ke dunia menengok sanak keluarganya.
Sementara itu di dunia, sebagai bentuk penyambutan dan pengenangan para arwah leluhur yang datang menengok sanak keluarganya, masyarakat Tionghoa menyambut para arwah dengan doa di rumah mereka masing masing.
Di akhir Jit Gwe sebelum para arwah kembali pulang ke alamnya, masyarakat Tionghoa menutup ritual keagamaan tersebut dengan melakukan sembahyang King Hoo Ping. Sebagai simbol penghormatan terakhir mengantar kepergian mereka kembali kealamnya.
Sarana pengantar arwah leluhur kealam ruh di wujudkan dengan simbol kayu kertas sepanjang 3,5 meter yang di dalamnya berisi nama nama para arwah.
Baca juga : Mencontoh nilai nilai luhur dari haul Sultan Agung Hanyakrakusuma
Komentar