LOKABALI.COM- Pengasuh Pondok Pesantren Dipamenggala Al Hasanah, Cikaret, Bogor, KH. Ahmad Abdul Wafa, mengangkat Ketua Umum Forum Budaya Mataram, Dr. BRM Kusuma Putra, SH,.M.H, sebagai penasehat pondok pesantren. Kamis (25/7).
Pengangkat di lakukan langsung oleh pengasuh PP Dipamenggala melalui doa bersama yang di hadiri para kerabat, pengurus pondok pesantren, para santriawan dan santriwati.
Pengangkatan Dr. BRM Kusuma Putra sebagai penasehat menurut pengasuh PP Dipamenggala Al Hasanah, sudah melalui musyawarah dan berbagai pertimbangan yang ada. Kusuma dinilai sosok yang cakap dan mampu memberikan sumbangsih pemikiran untuk kemajuan dan perkembangan PP Dipamenggala ke depan.
Selain alasan cakap, Dr. BRM Kusuma Putra, S.H,.M.H juga merupakan kerabat dekat keluarga besar KGPH Djonet Dipomenggolo Diponegoro dari pancer laki laki. Sedangkan pengasuh PP Dipamenggala merupakan kerabat dari garis perempuan, sehingga masih dalam satu kekerabatan trah Diponegaran.
KGPH Djonet Dipomenggolo Diponegoro merupakan putra dari KGPH Abdul Hamid Diponegoro Sultan Herutjokro Sajjidin Panetep Penotogomo, pahlawan nasional yang di kenal dengan sebutan Pangeran Diponegoro.
Menurut keterangan pengasuh PP Dipamenggala Al Hasanah, Bogor, ia merupakan keturunan ketujuh dari garis pancer perempuan, sedangkan Dr. BRM Kusuma Putra,S.H,.M.H merupakan keturunan ke enam dari garis pancer laki laki.
Di angkatnya salah satu keluarga Solo (sebutan untuk keturunan Pangeran Djonet Dipomenggolo yang ada di Solo) menjadi penasehat kata KH Ahmad Abdul Wafa, adalah bagian dari menyatukan kembali seluruh keluarga besar KGPH Djonet Dipomenggolo kedalam satu jalinan kekerabatan.
‘Agar silaturahmi terus terjalin antara satu keluarga dengan keluarga yang lain’ Jelasnya
Dari catatan silsilah yang ada di makam, Pangeran Diponegoro berputra KGPH Djonet Dipomenggolo Diponegoro.
Ia berputra KGPH Abdurrahman Diponegoro yang wafat di Jawa Timur dan berputra KGPH Abdurahim Diponegoro wafat di Jawa Timur memiliki putra tunggal bernama BRMH Hartog Diponegoro (Solo) berputra delapan orang, salah satunya adalah BRM. Kusuma Putra, SH,.M.H
‘ Orang tuanya kangmas Kusuma adalah orang yang pertama kali memugar makam Pangeran Djonet Dipomenggolo’ Kata Pengasuh PP Dipamenggala AL Hasanah menceritakan peristiwa Pembangunan makam Pangeran Djonet puluhan tahun silam.
Begitupun pengangkatan juru kunci penjaga makam Pangeran Djonet Dipomenggolo, ia di angkat oleh BRMH Hartog Diponegoro. Sedangkan jarak antara makam Pangeran Djonet dengan PP DIpomenggala Al Hasanah kurang lebih sekitar 50 meter.
Di bangunnya pondok pesantren dalam satu kawasan dengan komplek makam untuk mengenang kepahlawanan Pangeran Diponegoro dan RM Djonet Dipomenggolo. Oleh karena itu, para santri yang belajar di PP Dipamenggala tidak di kenakan biaya alias gratis.
Mereka kebanyakan para duafa, bahkan ada beberapa anak yang dipungut dari jalanan untuk di didik dan digembleng Pendidikan Ilmu Agama dan ilmu pengetahuan yang lain, agar kedepan mampu menjadi pribadi pribadi yang unggul berguna untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, Bangsa dan negara, Jelas Kusuma saat memberikan keterangan melalui telepon seluler.
Di salin dari berbagai sumber, KGPH Djonet Dipomenggolo merupakan putra pertama Pangeran Diponegoro dengan istri permaisuri beranam Raden Ayu Maduretno. Ia memiliki nama kecil Raden Mas Djonet. Sejak kecil RM Djonet mengikuti ayahnya berperang melawan kolonialisme, sehingga di ia tumbuh menjadi seorang pejuang.
Sejak kecil RM. Djonet sudah merasakan pahit getir hidup dalam peperangan, menetap di goa dan hidup dalam keterasingan jauh dari kemewahan kehidupan Istana. Selain dekat dengan ayah dan ibunya, RM Djonet juga dekat dengan pamanya, Sentot Prawiro Dirjo yang tak lain adik dari sang ibu.
Di usianya yang ke 15tahun, RM Djonet melihat ayahnya di tangkap oleh Belanda. Dia menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya tetap tegar menghadapi tipu muslihat yang di lakukan oleh Belanda. Ia tak kuasa menitikkan air mata saat menyaksikan ayahnya digiring masuk ke dalam kereta yang membawanya ke pengasingan.
Marah, benci dan dendam pada kolonial membara di hatinya. Jiwa mudanya berontak melakukan perlawanan dimanapun ia melihat orang Belanda. Saat ayahnya di buang ke Makasar dengan kapal, RM Djonet berusaha menyusup dan membebaskanya, akan tetapi usaha tersebut gagal. Untuk menghindari kejaran tentara Belanda, RM Djonet lantas menceburkan diri ke laut dan melarikan diri ke Batavia. Di Batavia ia berjuang bersama para pengikutnya, lalu pindah ke Bogor hingga akhir hayatnya.
Keberadaan RM.Djonet di Bogor kala itu menurut beberapa versi cerita memang sengaja di tutupi, untuk menghidari kejaran tentara Belanda. Bersama pasukanya ia menetap di daerah pinggiran membangun perkampungan yang kemudian di kenal dengan sebutan kampung Jabaru, akronim dari jawa baru.
Raden Mas Djonet Dipomenggolo lahir pada tahun 1815 di Jogyakarta dari Ibu kandung yang bernama R.A. Maduretno alias R.A. Ontowiryo alias R.A. Diponegoro. Saat Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai Sultan Abdulhamid, Raden Ayu Maduretno diangkat sebagai permaisuri bergelar Kanjeng Ratu Kedaton l pada 18 Pebruari 1828. Meski pengangkatan tersebut tentu saja tidak di akui oleh Belanda beserta kerajan kerajan lain yang tak mengakuinya.
Kepahlawanan Pangeran Diponegoro dalam perang jawa tidak hanya membuat tentara Belanda kewalahan, namun juga berhasil membuat Belanda bangkrut akibat membiayai perang melawan pasukan Diponegoro. Apalagi kala itu ia di dukung oleh PB VI yang juga sangat membenci kolonialisme.
Di Surakarta, Pangeran Diponegoro bersama PB VI berhasil menyusun strategi pertempuran melawan Belanda di Alas Krendawahana, dan berhasil menyerang tentara Belanda di beteng Vasternburg lewat pasukan telik sandi yang sangat terkenal dan mematikan dalam perang jawa.
Kepahlawanan Pangeran Diponegoro sebagai seorang pejuang tidak berhenti sampai di sini saja, anak keturunanya tentu juga mewarisi jiwa yang sama. Hanya saja pertempuran sekarang tidak lagi mengangkat senjata keris dan tombak, akan tetapi pertempuran melawan kebobrokan mental. / Tok
Komentar